Malam ini saya mendapat inspirasi menulis setelah membaca catatan Bang Ben Betawi Banten tentang keluh kesah seorang Goenawan Mohammad kala harus MEMIHAK disini :
http://www.facebook.com/note.php?note_id=180091958686745%EF%BB%BF
- Sebagai Masyarakat yang Awam yang Tidak terkait ke Politik Praktis Langsung, rakyat yang menjadi obyek percaturan Politik, saya lebih memilih kata "MEMILIH" daripada "MEMIHAK"
- Pengertian "MEMIHAK" bagi saya berarti saya menjadi bagian dari mereka dan ada kewajiban untuk membela apapun yang dilakukan oleh yang di-PIHAKI yang kadang berujung dengan Mandul dan Tumpulnya Daya Kritis kepada yang saya PIHAKI, itu realita yang saya lihat sekarang.
- Sedangkan kata "MEMILIH" bagi saya lebih tidak memiliki keterikatan secara emosional karena saya bukan bagian dari mereka. Tapi mereka adalah kendaraan saya/rakyat untuk menuju tatanan yang lebih baik dan semakin baik.
- Sehingga bila ada yang bertanya saya memihak siapa di Pilkada Tangsel ini, saya akan berkata saya tidak MEMIHAK namun saya MEMILIH si Fulan daripada si Fulani dengan alasan a, b, c, d dst.
Dengan demikian, jabarannya bagi saya adalah bila saja pilihan saya keliru karena ada cacat yang terungkap dikemudian saya tak kan canggung untuk bersikap kritis nan jahil. Begitu pula bila pilihan saya berhasil dan namun kala mengemban amanah ada laku tak senonoh tak sungkan diri ini teriak. Walau hanya kuping sendiri yang mendengar atau mulut melebar karenanya.
Dan bisa saja pada Pilkada Ulang kelak, PILIHAN ini berubah namun tidak merubah perilaku kritis jahil yang merupakan bagian penting dari komponen keterbukaan yang mandiri jauh dari keber-PIHAKAN yang sering kali mengkebiri.
Pilkada adalah Pesta Rakyat, bagi rakyat jelata hakekatnya adalah MEMILIH bukan MEMIHAK, rakyat/mereka yang memilih jadi PEMIHAK memiliki beban lebih berat dibanding yang hanya menjadi PEMILIH.
Para PEMIHAK adalah Kuda Tunggangan bagi yang DIPIHAKI dengan segala resiko yang ditanggung, sedangkan para PEMILIH adalah PENUNGGANG mereka, JURAGAN yang sebenarnya yang bebas berkendara turuti kata hati.
- Bila PEMIHAK berubah keterpihakan, mereka dianggap PENGKHIANAT, namun disisi seberang menjadi PAHLAWAN
- Billa PEMILIH berubah pilihan tak ada gelar apapun yang disemat kemudian.
Karena itu pula tak heran bila Partai sebagai kepanjangan tangan RAKYAT/JURAGAN begitu masuk kelingkaran KEBERPIHAKAN menjadi begitu Sulit untuk ber-KHIANAT walau untuk kepentingan JURAGANNYA. Mereka memilih tetap memakai Kaca Mata Kuda dan menjadi Peliharaan Belaka.
Apakah tulisan ini berlaku bagi Tim Sukses dan Simpatisan para PIHAK?
Tergantung kemampuan mereka membaca keadaan dan keterikatan kepada para pihak, namun yang terpenting adalah Kemampuan dan Kemauan membaca sebuah Tulisan sambil meredam gejolak di dada, kaki, pinggang dan mata waktu melototin tulisan ini dibilik warnet yang sempit, pengap, penuh asap rokok, duwit cekak, seperti yang saya alami.
Yang sedikit membedakan dengan mereka yang sinis nyinyir terhadap saya, padahal karena keterbatan kemampuan analisis pribadi mereka, adalah saya tidak memiliki kemauan untuk balik memaki walau mampu untuk itu.
:)
Pamulang, dini hari
Ngelantur tiada kawan ujungnya malah dapat makian
Minggu 26 Des 2010